Nusaluka
Nusaluka, kampung kami yang sorga menjadi pusara
air, tanah, udara meremas-remas dada
sementara bangsa ini terlanjur menjadi bangsa pelancong
mencari nenek moyang ke negeri orang
Irrhamna Ya Arrhamarrohimiin
Tuhan
berapa hektar tanah yang harus kami gadaikan untuk menabur benih
pedih. Sedang air mata kerontang menggantikan gelombang
Garut, 31 Oktober 2010
Muharam
Malam ini hujan, tuhan. Kuyup rambutku seperti juga tahun-tahun yang lalu
Tuhan maha langit
Aku maha debu
Dan Muharram menjemput tanpa a ba ta tsa
Rambutku berguguran sebagai catatan ganjil dan genap
ketika hujan tak lagi turun dan matahari menyalanyala
sebelum tubuhku ranggas, aku ingin marifatku mengeras
Tasikmalaya, 2010
Kematian
: Asep Sambodja
Jika puisi adalah pilihan
maka kematian itu hakiki
Tasikmalaya, 2010
Puisi untuk Boedi
Bagaimana kabarmu Boedi? lama kita tak bersua
Aku ingin mengenang puisi yang pernah kita bacakan sebagai tanda kesetiakawanan
Di sebuah padang yang kemudian kita kenal sebagai medan perang
Sebuah padang kembang yang merah yang putih yang merah putih yang merah darah yang putih tulang.
O, kenangan
padang telah menjadi kebun ilalang. Kampung kita sudah tak punya cukup ruang untuk menanam kembang, sedang engkau menua dalam denyut kota
Pernah aku cari engkau ke gunung-gunung ke laut ke goa-goa ke langit-langit pertobatan hingga ke sela-sela lumut. Kemudian aku hanya mencium baumu. Katanya engkau sakit :sakit apa yang kau idap Boedi?
Boedi engkau adalah aku, adalah tubuhku, adalah kekasihku
Sebelum kusudahi hidup ini, sebelum aku gantung diri atau sebelum aku mati suri
izinkan aku bertanya : kapan engkau bereinkarnasi menjadi aku menjadi tubuhku menjadi kekasihku. Menjadi merah menjadi putih menjadi merah putih menjadi merah darah menjadi putih tulang.
Kau tahu Boedi
Aku ingin menjadi matamu yang bulat hitam
Lalu membaca puisi, menanam kembang di kampung ibu.
Tasikmalaya, November 2010
Biodata Penulis
Nero Taopik Abdillah lahir di Garut 15 Juli 1983, merupakan alumni UPI Kampus Tasikmalaya. Menulis puisi baginya adalah salah satu cara mensyukuri hidup. Semasa kuliah menjadi salahseorang pendiri Komunitas Teater Cagur, MAPALA MAPAK RAYA, kemudian mempelopori berdirinya Komunitas AKSARA (Area Komunitas Seni Sastra UPI Kampus Tasikmalaya). Saat ini berprofesi menjadi guru di SDN 2 Cikuya Kecamatan Culamega Kabupaten Tasikmalaya dan merintis lahirnya komunitas Persatuan Guru Rantau Indonesia. Selain itu aktif menjadi pengurus Pondok Media Tasikmalaya, serta menjadi Dewan Penasehat Komunitas AKSARA. Beberapa karyanya termuat di HU Kabar Priangan, HU Radar Tasikmalaya, Kabar Cirebon, Harian Fajar Makasar, Batam Pos, Majalah Ekspresi Bali, Buetin Teras Sastra DKJT, Antologi Berjalan Ke Utara, Antologi Puisi Religi Lintas Negara “Kun Fayakun Cinta”, antologi puisi Munajat Sesayat Doa, serta di beberapa media maya seperti situseni.com, kompasiana.com, matapelajar.com dan beberapa media maya lainnya.